Sukuk atau biasa disebut obligasi
syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah, yang mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Obligasi syariah bukanlah surat utang seperti obligasi konvensional, melainkan
sertifikat investasi (bukti kepemilikan) atas suatu aset berwujud atau hak
manfaat (beneficial tittle) yang menjadi underlying asset-nya. Oleh karena itu,
akadnya bukan akad utang piutang, melainkan akad investasi. yang paling sering
digunakan adalah akad mudharabah, ijarah dan wakalah. Berikut merupakan
jenis-jenis sukuk :
1. Sukuk mudharabah
Skema Sukuk Mudharabah
Penjelasan :
1. Emiten menerbitkan sukuk dengan akad
mudharabah pada investor, dan investor pun menyerahkan dananya kepada emiten.
2. Dana hasil emisi sukuk atas kegiatan
tertentu yang menjadi underlying asset-nya dipergunakan oleh emiten untuk
peningkatan kapasitas produksi atau tujuan yang dijelaskan dalam prostektus.
3. Dari kegiata usaha emiten diperoleh
pendapatan yang kemudian didistribusikan sebagai pendapatan bagi hasil.
4. Distribusi pendapatan yang
dibagihasilkan untuk investor dan emiten berasal dari laba kotor emiten dalam
satu periode perhitungan dikurangi beban pokok penjualan dalam periode tersebut
sesuai dengan nisbah yang disepakati.
5. Pada saat jatuh tempo, emiten
mengembalikan modal investor sebesar nilai sukuk pada saat penerbitan.
Seperti yang dijelaskan di skema
sukuk mudharabah, dalam sukuk ini menggunakan prinsip bagi hasil dalam
membagikan labanya, yang mana membuat laba perusahaan tiap tahun berbeda. Maka
dari itu sukuk mudharabah ini bersifat tidak pasti.
2. Sukuk Ijarah
Skema Sukuk Ijarah
Penjelasan
:
1. Emiten menerbitkan sukuk dengan akad
ijarah pada investor.
2. Atas penerbitan sukuk ijarah
tersebut emiten mengalihkan manfaat objek ijarah kepada investor dan investor
yang diwakili oleh wali amanat sukuk menerima manfaat objek ijarah dari emiten.
3. Investor yang diwakili oleh wali
amanat sukuk memberikan kuasa (akad wakalah) kepada emiten untuk menyewakan
objek ijarah tersebut kepada pihak ketiga.
4. Emiten selaku penerima kuasa dari
investor bertindak sebagai pemberi sewa menyewakan objek ijarah tersebut kepada
pihak ketiga sebagai penyewa.
5. Pihak ketiga selaku penyewa
memberikan pembayarn sewa kepada investor melalui emiten.
6. Emiten meneruskan pembayaran dari
penyewa ke investor, secara periodek dan sisa fee ijarah saat jatuh tempo.
Sukuk ijarah merupakan sukuk yang
menggunakan ada sewa sehingga pendapatannya bersifat tetap berupa fee
ijarah/pendapatan sewa, yang besarnya sudah diketahui sejak awal obligasi
diterbitkan. Selain sukuk mudharabah dan sukuk ijarah, ada juga sukuk yang
menggunakan akad wakalah, musyarakah, istishna, murabahah dan salam. Tetapi di
Indonesia sendiri untuk penerbitan sukuk sebagian besar didominasi oleh sukuk
ijarah dan sebagian kecilnya sukuk mudharabah. Maka dari itu, Akuntansi untuk
sukuk pun juga baru dengan Sukuk yang menggunakan akad ijarah dan mudharabah.
Selain sukuk, ada juga transaksi
Repo Syariah, yaitu transaksi penjualan surat berharga syariah oleh pihak
pertama kepada pihak kedua dengan janji
(wa’d) dari pihak pertama untuk membeli kembali surat berharga syariah dari
pihak kedua, dan janji dari pohak kedua untuk menjual kembali surat berharga
syariah tersebut kepada pihak pertama di masa mendatang dengan harga yang
disepakati. Masih banyak pro dan kontra terkait transaksi repo ini, apakah
boleh atau tidak menurut syariah, karena adanya janji terkait pembelian kembali
SBS, banyak yang berpendapat bahwa transaksi repo tidak ada bedanya dengan bai’al-wafa
yang dilarang oleh syariat. Berikut merupakan mekanisme transaksi repo syariah
=
1. Tahap 1 = PIhak pertama menjual
surat berharga syariah kepada pihak kedua pada harga pasar atau harga yang
disepakati (first leg). Pada tahap ini terjadi perpindahan kepemilikan SBS dari
pihak pertama kepada pihak kedua. Transaksi jual ini disertai dengan janji dari
pembeli untuk menjual kembali surat berharga tersebut kepada penjual pertama
selama periode tertentu
2. Tahap 2 = pihak pertama berjanji
untuk membeli kembali surat berharga dari pihak kedua, dan pihak kedua berjanji
akan menjual kembali surat berharga syariah kepada pihak pertama, di masa
mendatang. kedua belah pihak saling berjanji atau muwa’dah dan bersifat
mengikat.
3. Tahap ke 3 = pihak pertama membeli
kembali dari pihak kedua pada harga yang sudah disepakati pada saat janji atau
harga pasar (Second leg)
Komentar
Posting Komentar